Friday, 1 February 2013

Danau Singkarak dan Ikan Bilih


 Teks dan Foto oleh Wahyu Jati Kusuma



(Pemandangan Danau Singkarak dengan latar depan persawahan.)



Di penghujung tahun 2012 kemarin, saya berkesempatan untuk menjejakkan kaki dan menikmati keindahan alam Provinsi Sumatera Barat. Meskipun tidak semua wilayah di Sumatera Barat dapat saya jelajahi, tetapi setidaknya telah memberi gambaran bagi saya akan keindahan bumi tercinta kita, Indonesia. Selepas bermalam dan mengunjungi beberapa obyek wisata di Kota Bukittinggi, saya dan rombongan pun memutuskan untuk kembali ke Kota Jambi melalui jalur darat. Karena kami menggunakan kendaraan pribadi, kami pun memutuskan untuk pulang ke Jambi dengan rute yang berbeda dari rute keberangkatan kami.  

Dan dari rute perjalanan pulang itu, saya dan rombongan (Wahid, Burhani dan Pak Jarwadi) menyempatkan diri untuk singgah di Danau Singkarak. Danau Singkarak sendiri merupakan danau terluas ke dua di Sumatera Barat, yang membentang di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Sebagai orang yang lahir dan besar di Pulau Jawa dan jarang melihat danau seluas itu, maka begitu melihat Danau Singkarak yang besar dan begitu luas saya pun kagum.

“Wow keren, sumpah,” kata Wahid mengagumi keindahan Danau Singkarak sambil membidikkan kamera digitalnya melalui jendela mobil. 


(Masyarakat Danau Singkarak tampak mengarungi danau dengan sampannya.)


Saya dan Wahid yang baru pertama kali melihat Danau Singkarak secara langsung rasanya tidak salah jika kami mengaguminya. Tak mau kalah dengan Udin, saya pun tak menyiakan kesempatan dengan ikut mengambil foto dari jendela mobil. Pemandangan Danau Singkarak bisa dinikmati secara cuma-cuma jika Anda berkendara dari dari arah Padang Panjang menuju Solok atau sebaliknya. Oleh karena itu bisa dipastikan bahwa suguhan panorama Danau Singkarak akan menjadi bagian dari perjalanan Anda. Menurut situs wikipedia, Danau Singkarak memiliki luas 107,8 km² dengan panjang hingga 20 km. Pantesan saja kita bisa menikmati panorama danau melalui kendaraan yang melaju berkilo-kilometer.

(Sampan menjadi alat transportasi yang biasa digunakan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan Danau Singkarak. Tampak dalam foto seorang perempuan tengah menggunakan sampan.)


Setelah berjalan beberapa kilometer dengan suguhan panorama Danau Singkarak, kami pun menghentikan kendaraan kami di sebuah rumah makan yang berlokasi di tepian danau. Di sepanjang tepian danau pun dapat dengan mudah kita jumpai rumah makan ataupun tempat untuk sekedar menikmati keindahan Danau Singkarak. Rumah makan yang kami pilih adalah rumah makan dengan konsep panggung, dimana bagian belakang rumah makan dibangun teras dengan beberapa meja makan yang berdiri di atas tepian Danau Singkarak dengan pemandangan lepas ke danau. Tentunya sudah bisa ditebak kalau kami memilih meja yang memiliki pemandangan lepas ke danau.


(Disepanjang tepian Danau Singkarak banyak dijumpai rumah makan dengan view yang menghadap ke danau seperti ini.)


Rumah makan yang kami singgahi sebenarnya rumah makan dengan sajian masakan minang yang jamak ditemui. Namun yang membuat beda yaitu adanya sajian Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) yang digoreng kering dan dimasak seperti pepes. Ya, nama Ikan Bilih adalah nama yang baru pertama saya dengar. Menurut Pak Jarwadi, Ikan Bilih katanya hanya hidup di Danau Singkarak. “Menurut cerita, Ikan Bilih ini hanya ada di Danau Singkarak ini,” ceritanya.


(Ikan Bilih yang sudah digoreng kering.)


(Di sepanjang tepian Danau Singkarak banyak dijajakan Ikan Bilih yang sudah diolah seperti ini.) 


Dari dua menu ikan Bilih yang disajikan, menurut saya ikan yang digoreng dengan garing memiliki rasa yang paling enak dibandingkan dengan yang dimasak pepes. Rasanya gurih dan renyah, terlebih ukurannya yang kecil-kecil dengan panjang rata-rata sekitar 5 cm membuatnya sangat pas untuk lauk makan maupun untuk camilan. Karena rasanya yang enak, sebelum meninggalkan Danau Singkarak saya dan rombongan pun  tak lupa membeli untuk buah tangan.(*)

No comments:

Post a Comment