Wednesday, 30 January 2013

Pacu Jawi, Tradisi dari Generasi ke Generasi

Teks dan Foto oleh Wahyu Jati Kusuma

(Pacu Jawi, tradisi dari generasi ke generasi yang terus terjaga. Seorang peserta pacu jawi tengah memacu sapinya di arena lintasan.)



Setelah menempuh perjalanan darat lebih dari 12 jam dari Kota Jambi, saya dan rombongan akhirnya sampai juga di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Gapura ucapan selamat datang di Kabupaten Tanah Datar membuat rasa lelah di perjalanan berkurang. "Akhirnya sampai juga di Tanah Datar, tapi kok tanahnya tidak datar ya malahan berbukit-bukit," ujar kawan seperjalanan saya, Wahid, berbagi kesan pertamanya saat melihat kondisi topografis Kabupaten Tanah Datar.

Pagi yang basah sehabis diguyur hujan semalam dan hawa yang sejuk khas daerah dataran tinggi seolah menyambut kami yang datang jauh dari timur. Perjalanan kami ke Tanah Datar di awal bulan Desember kemarin bertujuan untuk menyaksikan secara langsung salah satu tradisi masyarakat Kabupaten Tanah Datar yang sudah terkenal ke seantero nusantara bahkan hingga ke mancanegara, yakni tradisi pacu jawi. Pacu Jawi atau yang dalam Bahasa Indonesia artinya balapan sapi (pacu : balap, jawi : sapi ; dalam bahasa minang), merupakan permainan tradisional yang diadakan usai musim panen padi dan menjelang musim tanam padi di areal persawahan yang masih mengandung lumpur basah.


(Belasan sapi tampak menunggu giliran untuk start.)


Oleh karena itu, begitu sampai di Kabupaten Tanah Datar pada Sabtu (1/12) pagi, saya dan rombongan pun tidak membuang banyak waktu. Berbekal informasi yang kami dapat, saya dan rombongan langsung bergegas menuju ke Kecamatan Sungai Tarab yang merupakan tempat dilangsungkannya pagelaran tradisi pacu jawi. Setelah bertanya sana-sini ke sejumlah orang yang kami temui di sepanjang jalan di kawasan Tanah Datar, maka kami pun akhirnya sampai juga di lokasi pacu jawi. Lokasi pacu jawi kali ini tepatnya berada di Sawah Kandang Dalam, Jorong Gurun, Nagari Gurun, Kecamatan Sungai Tarap.


(Lepas start. Jam terbang dan pengalaman menjadi kunci kemenangan dari para joki.)


Begitu sampai di lokasi parkir kendaraan, tanpa sengaja saya dan rombongan bertemu dengan Ketua Panitia Pelaksana Kegiatan Pacu Jawi, Darsono. Ia pun lantas menyambut kami dengan ramah. "Selamat datang di Tanah Datar, untuk hari ini kegiatan pacu jawinya baru akan kita mulai siang nanti, tapi kita bisa menunggu sambil duduk-duduk dan ngobrol di warung-warung yang disediakan oleh masyarakat sekitar," kata Darsono menyapa kami dengan ramah.

Setelah memarkir kendaraan, kami pun menuju ke sebuah warung yang didirikan di dekat areal lintasan perlombaan pacu jawi. Sambil ditemani minuman tradisional masyarakat Tanah Datar yaitu kawa daun dan pisang goreng, kami pun lantas mengobrol dan bertanya-tanya seputar tradisi pacu jawi dengan Darsono.


(Ratusan  penonton rela bedesak-desakan di pinggir lintasan  untuk bisa menyaksikan dari dekat  pagelaran pacu jawi. )


Dijelaskan oleh Darsono, tradisi pacu jawi merupakan tradisi turun-temurun yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu, di mana tradisi ini merupakan wujud rasa syukur dari para petani atas panenan mereka.

"Pacu jawi ini merupakan tradisi masyarakat Kabupaten Tanah Datar yang sudah turun temurun, serta sebagai bentuk rasa syukur para petani atas hasil panenan padi mereka," ujarnya menerangkan makna dari kegiatan pacu jawi.   

Lanjut Darsono, setiap tahunnya alek nagari (pesta rakyat) pacu jawi tersebut diselenggarakan selama empat minggu berturut-turut serta dilangsungkan di empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar, yaitu di kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Limau Kaum dan Kecamatan Sungai Tarab secara bergiliran. Dan di penghujung tahun 2012 ini Kecamatan Sungai Tarab mendapat giliran untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut.

Di Kecamatan Sungai Tarab dipaparkan oleh Darsono, kegiatan pacu jawi diadakan pada tanggal 10, 17, 24 November dan 1 Desember. "Jadi hari ini merupakan hari terakhir atau hari penutupan pacu jawi," imbuh Darsono.

Dalam tradisi pacu jawi sendiri kata Darsono, selain untuk mengisi waktu luang antara musim panen dengan musim tanam, pacu jawi juga digunakan ajang hiburan bagi masyarakat sekitar dan sebagai ajang silahturahmi di antara para petani karena peserta pacu jawi jumlahnya mencapai ratusan.  "Untuk kegiatan pacu jawi kali ini saja ada lebih dari 400 jawi yang ikut ambil bagian," jelas Darsono.


(Peserta pacu jawi (joki) tengah memacu sapinya di arena lintasan.  Sapi yang mampu berlari dengan lurus dan sampai dengan cepat di garis finish adalah pemenangnya.)


(Tak hanya orang dewasa saja yang menyaksikan pacu jawi , anak-anak  pun tak mau ketinggalan menyaksikan tradisi yang telah berusia ratusan tahun tersbut.)


Jika dikatakan sebagai hiburan bagi masyarakat sekitar itu jelas. Hal ini bisa terlihat dari semaraknya kegiatan pacu jawi, di mana anak-anak hingga orang tua rela berbondong-bondong datang ke lokasi pertandingan agar bisa menyaksikan secara langsung dari dekat tradisi yang sudah turun-temurun beberapa generasi itu. Bahkan yang menarik lagi dari tradisi pacu jawi adalah sapi-sapi yang akan ikut bertanding ternyata juga memiliki kepopuleran. Tak sedikit pengunjung yang menyempatkan diri untuk berfoto bareng dengan para sapi-sapi peserta sebelum pertandingan dimulai. Apalagi sapi-sapi para peserta biasanya dihias dengan pernak-pernik hiasan yang mengandung unsur warna-warna cerah agar bisa tampil cantik dan menarik perhatian banyak pengunjung sebelum turun ke lintasan.

(Sebelum turun ke lintasan, sejumlah sapi tampak dipercantik dengan berbagai hiasan dan ornamen. Sapi-sapi yang dihias itupun kerap menjadi obyek untuk berfoto bersama.)


Tak hanya sampai di situ, kemeriahan tradisi pacu jawi tidak hanya terjadi di areal lintasan saat kegiatan berlangsung, tetapi kemeriahan juga tetap terjadi di pinggir lintasan. Masyarakat sekitar yang tidak turun ke lintasan juga turut meramaikan dengan tarian dan nyanyian tradisional khas masyarakat Tanah Datar. Kemeriahan musik dan tarian tradisional seolah menjadi irama pengiring dan penyemangat bagi para joki yang tengah memacu sapi-sapinya.

(Kemeriahan tak hanya terjadi di arena lintasan pacu jawi, tetapi di pinggir lintasan kemeriahan  masyarakat sekitar  yang meramaikan dengan nyanyian dan tarian tradisional seolah turut menjadi penyemangat bagi para joki yang berlaga.)


Yang Paling Lurus dan Tercepat adalah Pemenangnya 

(Sapi yang mampu berlari dengan lurus dan sampai dengan cepat di garis finish adalah pemenangnya.)


Saya dan rombongan yang baru pertama kali menyaksikan secara langsung tradisi pacu jawi pun penasaran akan aturan main pacu jawi. “Bagaimana cara menilai dan menentukan pemenangnya, apalagi dalam pacu jawi masing-masing peserta berlaga sendiri di lintasan tanpa lawan,” batin saya dalam hati.

Seolah bisa menebak apa yang ada dalam benak saya serta tidak mau membuat saya dan rombongan penasaran, Darsono pun menjelaskan aturan permainan pacu jawi. Katanya penilaian siapa yang menang dan kalah bukan pada seberapa cepat sapi bisa mencapai garis finish, tetapi penilaian utama dari pacu jawi adalah seberapa lurus sapi mampu berlari di lintasan hingga menyentuh garis finish. "Kalau dalam pacu jawi ini yang dinilai adalah lurus tidaknya sapi berlari dalam lintasan," urainya.

Untuk itu, agar sapi para peserta bisa menjadi jawara, maka seorang joki sapi haruslah memiliki keterampilan dan tekhnik serta jam terbang dalam mengendalikan sapi. Terlebih dalam tradisi pacu jawi seorang joki harus mengendalikan dua sapi sekaligus, sehingga keahlian menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Pada saat pertandingan tengah berlangsung, seorang peserta haruslah mengendalikan sepasang sapi yang diapit oleh peralatan pembajak sambil memegang tali dan menggigit ekor sapi. Bahkan dari berbagai informasi yang saya dapat, ke dua ekor sapi haruslah digigit ketika tengah mengendalikan sapi, karena semakit kuat gigitan sang joki ke ekor sapi maka sapi akan semakin cepat berlari.

(Para joki tengah menyaksikan lawan-lawannya berlaga di arena lintasan.)




(Berbagai ekspresi wajah joki tampak  berbeda usai turun dari lintasan  pacu jawi.)

Selain itu juga katanya, jika bisa memenangkan pertandingan ini hadiah bukanlah tujuan utama karena hadiah yang diberikan oleh panitia tidaklah seberapa, namun jika menjadi pemenang secara otomatis harga sapi yang menjadi jawara memiliki nilai jual yang berlipat dibanding harga sapi biasa. "Sapi yang menjadi pemenang harganya bisa di atas Rp 25 juta," katanya.

Untuk itu sambung Darsono, agar sapi-sapi yang diperlombakan bisa menang tentunya harus dalam kondisi yang prima. Untuk menciptakan kondisi yang fit dan prima tentunya ada perlakuan khusus terhadap para sapi. “Biasanya sebelum bertanding para pemilik sapi memberikan makanan ataupun minuman yang berkhasiat agar sapi bisa tampil maksimal,” urainya.(*)

1 comment:

  1. mantap..
    minangkabau memang kaya akan budaya, tak terkecuali budaya lain yang ada di indonesia.
    kunjungi kami di pacu jawi
    terima kasih

    ReplyDelete